Saturday, 27 January 2018

PSSK 2012


Friday, 26 January 2018

Air Terjun Pulau Dewata- Traveling

 
Pulau Bali selain terkenal dengan pantai yang cantik juga memiliki wisata alam lain seperti gunung, danau, dan air terjun. Khusus air terjun di Bali, sekitar dua tahun belakangan baru mulai terkenal di kalangan wisatawan. Kini air terjun di Bali menjadi destinasi yang banyak diincar wisatawan, khususnya wisatawan luar negeri.

"Dekat Ubud ini ada dua air terjun yang terkenal, Tegenungan dan Tibumana. Kalau Tegenungan ini lebih terkenal di kalangan wisatawan karena lebih besar,"
Air Terjun Tegenungan berada dalam kawasan Kabupaten Gianyar dan dapat ditempuh sekitar 30 menit berkendara dari Ubud. Sedangkan Air Terjun Tibumana berada di Kabupaten Bangli, dapat ditempuh sekitar 45 menit berkendara dari Ubud.

akses dua air terjun tersebut sudah sangat baik. Ada tangga permanen yang dibangun untuk memudahkan wisatawan mencapai lokasi air terjun. berkunjung ke Air Terjun Tibumana yang berada di Desa Apuan, Bangli. Sebelum mencapai lokasi air terjun, wisatawan akan melewati perkampungan khas Bali dan jalan yang berbatasan dengan sawah. Pemandangan asri ini membuat perjalanan ke air terjun semakin menyenangkan.
Sampai di lokasi Air Terjun Tibumana, wisatawan akan dikenakan tiket masuk Rp 10.000 per orang. Kemudian harus menuruni puluhan anak tangga. Jangan khawatir, anak tangga tidak curam dan memiliki pegangan sehingga memudahkan wisatawan.

Sekitar 10 menit menuruni anak tangga, lantas akan terlihat satu air terjun. Di seberang air terjun ada jembatan kecil untuk menyusuri jalan. Lewati jembatan tersebut, kemudian wisatawan akan disambut dua air terjun. Jadi total ada tiga air terjun di lokasi Air Terjun Tibumana . Terdapat fasilitas toilet, ruang ganti, dan satu pendopo untuk wisatwan beristirahat atau sekadar menaruh barang bawaan. 
Selain Air Terjun Tibumana, di Desa Apuan juga terdapat Air Terjun Pangibul yang dapat dieksplor wisatawan. Waktu terbaik untuk mengunjungi lokasi air terjun di Bali adalah lewat musim hujan. Sebab warna air terjun cenderung jernih dibanding saat musim hujan.  @RR News.Com

Tenaga Kerja Konstruksi Tersertifikasi Hanya 720.000

foto simulasi By.RR News.com
Jumlah tenaga kerja konstruksi yang tersertifikasi di Indonesia masih sangat rendah, di bawah 10 persen atau hanya 720.000.

Demikian pula tenaga ahlinya, hanya sedikit dari mereka yang tersertifikasi.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Konstruksi dan Infrastruktur, Erwin Aksa mengatakan, banyak tenaga ahli menjadi ahli lantaran terbiasa menggarap proyek.

"Saya khawatir karena ini biasanya kalau pekerjaan lapangan sudah miliki budaya di situ, seperti orang Madura yang kerjanya bongkar-bongkar bangunan, tidak perlu sertifikasi tapi keahliannya bongkar-bongkar," kata Erwin di Jakarta, Kamis (25/1/2018).

Menurut dia, para tenaga kerja tradisional seperti itu perlu ditingkatkan kapasitasnya dengan sertifikasi, sehingga dalam bekerja mereka tidak hanya berdasarkan kebiasaan. Akan tetapi diharapkan mereka dapat menerapkan prosedur operasi standar (SOP).

"Kita harus akui bahwa masih ada pekerja informal yang ahli tapi tidak miliki sertifikasi, tidak memiliki kemampuan akademisi yang sesuai dengan yang diajarkan buku pekerjaan engineering atau SOP dari lembaga pengawas," kata dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan, setidaknya terdapat 8,1 juta tenaga kerja konstruksi di Indonesia bila merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS).

Namun dari jumlah tersebut, hanya 720.000 tenaga kerja konstruksi yang telah tersertifikasi. Artinya, jumlah itu masih di bawah 10 persen.

"Kita akan kejar sampai 2019 itu bisa 3 juta tenaga kerja yang tersertifikasi," kata Syarif.

Kementerian PUPR, sebut dia, telah menyiapkan mekanisme untuk mengejar ketertinggalan.

Mulai dari pemberian pelatihan di kelas, pelatihan di lapangan, hingga pemberian sertifikasi dari jarak jauh.

"Bahkan sekarang ada yang namanya konsep mandiri. Jadi mandornya lah yang menjadi instrukturnya, nah mandornya kan duluan dapat sertifikat duluan, lebih ahli, maka dia lah yang menjadi instruktur," tuntasnya. @RR News.Com

HONDA New PCX 150

Sejak Yamaha NMAX meluncur pada 2015, peta persaingan skutik maxi 150cc dengan Honda PCX 150 tidak seimbang. NMAX bisa melejit karena harganya jauh lebih murah dibanding PCX 150.

Namun, PCX 150 siap membelokan situasi dengan kehadiran generasi ketiga di Jakarta, Rabu (13/12/2017). Model 2018 itu dijual lebih murah dari model sebelumnya sebab sudah diproduksi lokal.All-New Honda PCX 150 diproduksi di pabrik Astra Honda Motor (AHM) di Sunter, Jakarta Utara, dengan target produksi 150.000 unit per tahun. Lokalisasi bikin estimasi harganya Rp 27 juta untuk varian CBS (Combi Brake System) dan Rp 32 juta buat ABS (Anti-lock Braking System).

Harga itu turun dari model PCX 150 impor Vietnam yang dibanderol Rp 40,525 juta. Produksi All-New PCX 150 akan dilakukan pada Januari, dan distribusi unit ke konsumen bisa sampai pada Februari. @RRNews.com

Rossi dan Vinales Luncurkan Yamaha Lexi 125

Cuma beberapa hari setelah tim Yamaha MotoGP meluncurkan seragam baru di Spanyol, Valentino Rossi dan Maverick Vinales ternyata sudah sampai di Jakarta untuk meluncurkan model baru dari Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), Lexi 125, pada Jumat (26/1/2018).

Kemunculan Lexi 125 bersama Rossi dan Vinales merupakan lanjutan dari pengenalannya ke kalangan diler Yamaha di Indonesia pada pekan lalu. Lexi 125 merupakan anggota paling bontot keluarga skuter maxi Yamaha, setelah TMAX, NMAX, XMAX, dan Aerox 155.

Lexi 125 menggunakan mesin Blue Core 124,7cc, 1-silinder, SOHC, berteknologi Variable Valve Actuation (VVA) dan Smart Motor Generator yang bikin suara mesin halus saat menyala. Mesin itu menghasilkan tenaga 8,75 KW dan torsi 11,3 Nm. @RR News.Com

Kalahkan PSMS 2-0, Sriwijaya FC ke Perempat Final Piala Presiden 2018


Sriwijaya FC berhasil mengamankan tiket babak delapan besar Piala Presiden 2018 setelah mengalahkan PSMS Medan dengan skor 2-0 di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Bandung, Jumat (26/1/2018) sore. Raihan tiga poin tersebut membuat mereka menggeser PSMS dari puncak klasemen sementara Grup A.

Dengan demikian, posisi PSMS yang justru terjepit. Nasib Ayam Kinantan akan ditentukan oleh hasil pertandingan Persib Bandung vs PSM Makassar pada malam nanti. Persib harus menang dengan selisih minimal enam gol untuk menggeser Sriwijaya FC.

Pada turnamen ini, hanya juara grup yang otomatis lolos ke babak delapan besar. Tiga tempat lainnya akan diambil dari runner-up terbaik dari lima grup yang terlibat dalam turnamen tersebut.

Sriwijaya FC langsung tampil agresif sejak kick-off. Menit ketujuh, Manuchekhr Dzhalilov membuka peluang Sriwijaya FC lewat tendangan lob tetapi bola masih tipis di atas mistar gawang Dhika Bayangkara.

Marco Meraudje mencoba peruntungan pada menit ke-13 lewat tendangan keras kaki kanannya, namun tembakannya masih bisa diselamatkan Dhika. Hingga 20 menit pertandingan, Sriwijaya FC menguasai permainan tetapi benteng pertahanan PSMS masih terlalu rapat. Alhasil, babak pertama berakhir tanpa gol. @ RR News.Com

samsung processor exynos 7

 Samsung sepertinya ingin mengembangkan lebih jauh bisnis mobile chipset di bawah merek “ Exynos”. Jika sebelumnya hanya dipakai di seri-seri Galaxy, Exynos mulai membuka diri dengan mempersenjatai seri Meizu M6S yang dirilis awal tahun ini.

Ke depan, Exynos bakal lebih banyak dipakai vendor lain untuk smartphone kelas menengah alias mid-range.

Pada segmen mid-range, perusahaan chip MediaTek sudah lumayan kuat. Qualcomm yang lebih mendominasi di ranah high-end pun punya seri-seri Snapdragon untuk kelas mid-range.

Tentu bukan perkara mudah bagi Samsung untuk terjun ke industri yang ekosistemnya sudah terbentuk dengan pemain-pemain mapan. Kendati begitu, Samsung tetap punya potensi. @Rgf

Progres Pembangunan LRT Jelang Asian Games 2018

   
insiden box girder jatuh di Pulogadung.By.RR


Meski insiden box girder jatuh di Pulogadung, Jakarta Timur, progres konstruksi light rail transit (LRT) telah mencapai lebih dari 56,9 persen.

"Menurut data per 16 Januari kemarin, progres konstruksi LRT Jakarta mencapai 56,94 persen sejak pertama kali dilakukan bor pile 15 Januari 2017," kata Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Satya Heragandhi di Depo LRT Kelapa Gading, Kamis (25/1/2018).

Secara keseluruhan, lanjut Satya, semuanya berjalan sesuai jadwal bahwa Januari ini seluruh pekerjaan sipil rampung dikerjakan dan tinggal mengerjakan beberapa pembangunan lagi di stasiun-stasiun LRT.

"Kalau dilihat menggunakan drone itu sudah ada rel yang terpasang di beberapa segmen. Pokoknya kami terus cari jalan bagaimana supaya nanti bulan Juni bisa operasional," kata Satya.

Direktur Proyek LRT Jakarta, Allan Tandiono, menerangkan bahwa keseluruhan jalur layang sejatinya rampung dipasang pada Senin lalu. Namun, dengan adanya insiden box girder roboh di Pulogadung, hal tersebut menjadi sedikit tertunda.

"Harusnya jalur layang itu sudah selesai semua, tapi kejadian Senin kemarin itu membuat rencana itu sedikit terganggu. Sekarang juga kami fokus menyelesaikan dinding parapet," ujar Allan.





Berdasarkan timeline PT Jakpro, LRT Jakarta akan mulai diuji coba pada Mei 2018 setelah gerbong kereta datang dari Korea Selatan sebulan sebelumnya.

Setelah itu LRT Jakarta fase satu, yang melintas dari Velodrome (Rawamangun) ke Kelapa Gading, itu akan resmi beroperasi pada Juni 2018 dan bisa digunakan atlet pada kegiatan Asian Games pada Agustus 2018. @RR

word oskar #1 2018


new GFR the movie 2018


FINAL FANTASI 7 CRISIS CORE BoxOffice 2018


war of father 2018


Dragon Age


Thursday, 25 January 2018

HUJAN



Pernahkah kita sadar kalau hujan itu turun dan jatuh terus. Dari hal itu kita bisa belajar bahwa hujan tetap mencoba meskipun jatuh berkali-kali. Hujan terus turun tanpa menyerah dan itu bisa menjadi pelajaran yang bagus buat kita. Kita harus selalu kuat dan tabah untuk mencapai sesuatu

Friday, 19 January 2018

WALISONGO

Add WALISONGO
“Walisongo” berarti sembilan orang wali”
Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid

Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.              Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha.

1. Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi

Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.

Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.

Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.

Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.

Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.n

2. Sunan Ampel
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang)

Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.

Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.
http://juragansejarah.blogspot.com/2013/05/sejarah-wali-songo-lengkap-cerita-wali.html
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.

Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.

3. Sunan Giri
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).

Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.

Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.

Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.

Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.

Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.

Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.

Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.

4. Sunan Bonang
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas        masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah

yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.

Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.


5. Sunan Kalijaga
Dialah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam

Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.

Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.

6. Sunan Gunung Jati
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).

Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.

Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.

Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.

Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.

Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.

Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.

7. Sunan Drajat
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M. Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun Jelog –pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.

Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang’.

Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.


8. Sunan Kudus
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang.

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.

Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.

9. Sunan Muria
Ia putra Dewi Saroh –adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus

Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.
Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.

Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
 

MAULANA MALIK IBRAHIM ( SUNAN GERSIK)



Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim adalah seorang Walisongo yang dianggap pertama kali datang. Ia bukan orang Jawa, tapi diketahui berasal dari Khasan, Iran. Saat kedatangan Sunan Gresik yang diperkirakan terjadi tahun 1404 M sudah ada masyarakat islam, khususnya di daerah pantai utara. Hal ini ditegaskan dengan adanya makam Fatimah binti Maimun yang wafat tahun 1082 M.

  Kisah Perjuangan Sunan Gresik


Tujuan Sunan Gresik ke tanah Jawa adalah untuk menyiarkan agama Islam yang belum terlalu banyak dipeluk masyarakat Jawa. Tempat pertama kali yang dituju adalah desa Sembalo. Namun, sekarang Sembalo berubah nama menjadi daerah Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Setelah sampai di Manyar, Sunan Gresik segera membangun sebuah masjid.

Cara yang dilakukan pertama kali oleh Sunan Gresik adalah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Tata bahasa yang ramah senantiasa diperlihatkannya dalam pergaulan. Sunan Gresik tidak menentang agama dan kepercayaan penduduk asli, melainkan hanya mengedepankan akhlak mulia seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Berkat keramahannya, banyak masyarakat yang tertarik dengan agama Islam.

Selain berdakwah, Sunan Gresik juga berdagang. Shingga membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak dan mudah. Selain itu, raja dan para bangsawan juga ikut serta dalam kegiatan jual beli.

Setelah mapan di dalam masyarakat, Sunan Gresik kemudian berkunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Meskipun Raja Majapahit tidak masuk Islam, dia tetap menerima Sunan Gresik dengan baik. Bahkan memberikannya sebidang tanah di tepian kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan desa Gapura.

Dalam mencari kader-kader penyiar agama Islam, Sunan Gresik membuka pesantren yang menjadi tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Hal ini mirip dengan gaya Biksu Hindu mendidik para cantrik di mandalanya. Hingga saat ini makam Sunan Gresik masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat sealu berkunjung untuk berziarah.

Ritual Haul (Ziarah tahunan) juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Yang disesuaikan tanggal wafat pada prasasti makam Sunan Gresik. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, pembacaan riwayat Nabi Muhammad, dan menghidangkan makanan khas Gresik yaitu bubur harisah
Foto makam Maulana Malik Ibrahim ( Wafat 1419 )
naskah berisi ajaran Islam awal yang diajarkan kepada penduduk Nusantara tersimpan selama lebih kurang tiga abad di perpustakaan umum Marquis Cristino, Ferrara, Italia.

Naskah kuna tersebut ditulis dalam aksara Jawa Kuna di atas lontar yang berjumlah 23 lembar, masing-masing berukuran 40 x 3.5 cm. Sebelum menjadi milik perpustakaan Marquis Cristino, naskah itu merupakan koleksi seseorang yang tak tertulis datanya.

“Ketika buku ini ditulis, orang Islam di Jawa masih minoritas. Ini dapat dirujuk pada keterangan musafir Portugis, Tome Pires, yang mengunjungi Sedayu, tempat ditemukannya buku itu pada tahun 1515,” kata Abdul Hadi WM, guru besar Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, dalam seminar “Islam Indonesia dan Kebudayaan” yang dihelat di Universitas Paramadina, Jakarta, (19/6).

Karena itu, ajaran fikih, tasawuf, dan ilmu kalam dalam buku itu tidak mendalam, serta etika yang diajarkan bersifat praktis. Naskah itu dibawa para pelaut Belanda dari pelabuhan Sedayu dekat Tuban menuju Eropa pada 1585.

Beberapa sumber menyebut berbeda. Dalam Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa, Hasanu Simon menduga naskah itu dibawa para pelayar Italia atau rombongan misi Katolik Roma. Beberapa tahun sebelum masa Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC), antara 1598-1599, misionaris Katolik Roma pernah berkunjung secara teratur ke Pasuruan.

Pada 1962, fotokopi naskah itu dikirim ke Leiden, Belanda. Harapannya ada ahli bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno yang mampu mengidentifikasi dokumen berharga itu. Akhirnya pada 1978, naskah itu diterbitkan Koninklijk Instituut voor Taal Land en Volkenkunde, Martinus Nijhoff, Den Haag, dengan judul An Early Javanese Code of Muslim Ethics, oleh GJH Drewes. Buku tersebut diterjemahkan Wahyudi ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan Alfikr Surabaya pada 2002 dengan judul Perdebatan Wali Songo: Seputar Makrifatullah.

“Kropak Ferrara ditujukan kepada orang-orang yang baru masuk Islam dan mereka yang masih di luar Islam,” tulis Hasanu Simon.

Menurut Abdul Hadi, Drewes menisbahkan isi buku itu sebagai ajaran Maulana Malik Ibrahim (w. 1414). Sebab, pengarang buku menyebut dirinya khalifah, sebutan lazim di Jawa untuk ulama, pemimpin spiritual dan sekaligus imam masjid agung. Maulana Malik Ibrahim adalah imam masjid agung, sekaligus ulama dan pemimpin kerohanian. Judul risalah yang dimuat dalam naskah ini sama dengan judul risalah Imam al-Ghazali, Bidayat al-Hidayah (Menjelang Hidayah). Tetapi versi Maulana Malik Ibrahim adalah ringkasan dan tak semua yang diajarkan Imam al-Ghazali dikemukakan.

Hal menarik lain, lanjut Abdul Hadi, dalam risalah pendek ini dijumpai 122 kata serapan dari bahasa Arab dan Persia. Terdapat pula beberapa perkataan yang diserap dari bahasa Melayu. Ini membuktikan bahwa pada awal abad ke-15 islamisasi bahasa dan kebudayaan Jawa sudah berlangsung serta menyentuh persoalan pandangan hidup, gambaran dunia, sistem nilai, etika, etos kerja, dan sebagainya. Di saat bersamaan banyak istilah keagamaan dan spiritualitas Islam dialibahasakan ke bahasa Jawa.

Maulana Malik Ibrahim membuka risalahnya dengan kalimat: “Pada akhir zaman, ketika hari kiamat akan tiba, ulama sejati dan orang taat pada ajaran agama akan lenyap dan diganti orang yang suka berbuat bidaah yang menyebabnya rancunya ajaran Islam bercampur dengan ajaran keliru dan sesat.”

“Inikah yang sedang terjadi di Indonesia?”

Menguak Misteri Wafatnya SYEKH SITI JENAR Part.1


Beragamnya versi yang menjelaskan tentang asal-usul dan sosok Syekh Siti Jenar telah menarik minat banyak kalangan sejarahwan Muslim di negeri kita untuk menyelidikinya lebih jauh. Maka demikian pula halnya tentang misteri kematian tokoh Wali yang satu ini, yang konon selain alim dan dikenal weruh sak durunge winarah (tahu sebelum terjadi; memiliki kemampuan melihat sesuatu yang belum terjadi, memandang masa depan dengan jelas, terarah, terukur, dan terencana), adalah sosok yang sekaligus juga diakui sakti mandraguna pada masanya. Namun hingga kini tetap saja tersisa banyak pertanyaan terkait kematiannya. Benarkah dia telah dieksekusi mati oleh para Wali? Jika benar, siapa sebenarnya sosok Wali yang telah membunuhnya? Jika salah, siapa pembunuh Syekh Siti Jenar yang sesungguhnya, dan di manakah jasadnya dikebumikan?

Tak dapat disangkal bahwa dalam berbagai literatur yang membahas seputar kematian Syekh Siti Jenar, secara umum kesamaan yang diperlihatkan hanya sebatas yang berkaitan dengan masanya saja. Yaitu keterangan yang menyebutkan bahwa sang Syekh wafat pada masa kerajaan Islam Demak di bawah pemerintahan Raden Fatah, atau sekitar akhir abad XV dan awal abad XVI. Itu pun masih mengecualikan sebagian kisah versi Cirebon, yang menyebutkan bahwa wafatnya Syekh Siti Jenar justru terjadi pada masa Sultan Trenggono.

Sementara terkait proses kematiannya, berbagai sumber yang ada memberikan penjelasan yang berbeda-beda. Tak heran bila sampai saat ini, terdapat beberapa asumsi tentang misteri kematian Syekh Siti Jenar tersebut.

Versi Pertama, mengacu pada “Serat Syeikh Siti Jenar” Ki Sosrowidjojo, disebutkan bahwa Syekh Siti Jenar mangkat akibat dihukum mati oleh Sultan Demak, Raden Fatah atas persetujuan Dewan Wali Songo yang dipimpin oleh Sunan Bonang. Bertindak sebagai algojo atau pelaksana hukuman pancung itu adalah Sunan Kalijaga. Eksekusi berlangsung di alun-alun kesultanan Demak.

Menurut versi Kedua, sebagaimana tercantum dalam Wawacan Sunan Gunung Jati Pupuh ke-39 terbitan Emon Suryaatmana dan T.D Sudjana (alih bahasa pada tahun 1994), Syekh Siti Jenar dijatuhi hukuman mati oleh Sunan Gunung Jati. Pelaksana hukuman atau algojonya tak lain adalah Sunan Gunung Jati sendiri, dengan tempat eksekusi di Masjid Ciptarasa Cirebon. Mayat Syekh Siti Jenar dimandikan oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, dan Sunan Giri, kemudian dimakamkan di Graksan, yang kemudian disebut sebagai Pasarean Kemlaten.

Merujuk pada versi Pertama, Sudirman Tebba (2000: 41), menyebutkan secara lebih detail prosesi eksekusi Syekh Siti Jenar saat dipenggal lehernya oleh Sunan Kalijaga. Pada awalnya mengucur darah berwarna merah, kemudian berubah menjadi putih.

Saat itulah Syekh Siti Jenar berkata: “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya”. Kemudian tubuh Syekh Siti Jenar naik ke surga seiring dengan kata-kata: ”Jika ada seorang manusia yang percaya kepada kesatuan selain dari Allah Yang Mahakuasa, dia akan kecewa, karena dia tidak akan memperoleh apa yang dia inginkan”.

Untuk kisah yang terdapat dalam versi pertama dan kedua masih memiliki kelanjutan yang hampir sama.

Sebagaimana dikemukakan dalam Suluk Syekh Siti Jenar, disebutkan bahwa setelah Syekh Siti Jenar meninggal di Krendhawasa tahun Nirjamna Catur Tunggal (1480 M. Tahun yang tentu saja masih terlalu dini untuk kematian Syekh Siti Jenar), jenazahnya dibawa ke Masjid Demak. Karena saat itu magrib tiba, maka pemakaman dilakukan esok paginya agar bisa disaksikan oleh raja. Para ulama sepakat untuk menjaga jenazah Syekh Siti Jenar sambil melafalkan puji-pujian kepada Tuhan. Ketika waktu shalat tiba, para santri berdatangan ke masjid. Pada saat itu tiba-tiba tercium bau yang sangat harum, seperti bau bunga Kasturi. Selesai shalat para santri diperintahkan untuk meninggalkan masjid. Tinggal para ulama saja yang tetap berada di dalamnya untuk menjaga jenazah Syekh Siti Jenar.

Bau harum terus menyengat, oleh karena itu Syekh Malaya mengajak ulama lainnya untuk membuka peti jenazah Syekh Siti Jenar. Tatkala peti itu terbuka, jenazah Syekh Siti Jenar memancarkan cahaya yang sangat indah, lalu muncul warna pelangi memenuhi ruangan masjid. Sedangkan dari bawah peti memancarkan sinar yang amat terang, bagaikan siang hari.

Dengan gugup, para ulama mendudukkan jenazah itu, lalu bersembah sujud sambil menciumi tubuh tanpa nyawa itu bergantian hingga ujung jari. Saat jenazah kembali dimasukkan ke dalam peti, Syekh Malaya terlihat tidak berkenan atas tindakan rekan-rekannya itu.

Sedangkan dalam Suluk Syekh Siti Jenar dan Suluk Walisanga dikisahkan bahwa para ulama telah berbuat curang. Jenazah Syekh Siti Jenar diganti dengan bangkai anjing kudisan. Jenazah itu pun mereka makamkan di tempat yang dirahasiakan. Peti jenazah diisi dengan bangkai anjing kudisan. Bangkai itu dipertontonkan keesokan harinya kepada masyarakat untuk mengisyaratkan bahwa ajaran Syekh Siti Jenar adalah sesat.

Digantinya jenazah Syekh Siti Jenar dengan bangkai anjing ini ternyata diketahui oleh salah seorang muridnya yang bernama Ki Luntang. Dia datang ke Demak untuk menuntut balas. Maka terjadilah perdebatan sengit antara Ki Luntang dengan para Wali yang berakhir dengan kematiannya. Sebelum mati, Ki Luntang menyindir kelicikan para Wali dengan mengatakan (Sofwan, 2000: 221):

“…luh ta payo totonen derengsun manthuk, yen wus mulih salinen, bangke sakarepmu dadi. Khadal, kodok, rase, luwak, kucing kuwuk kang gampang lehmu sandi, upaya sadhela entuk, wangsul sinantun gajah, sun pastheake sira nora bisa luruh reh tanah Jawa tan ana…”

…nah silahkan lihat diriku yang hendak menjemput kematian. Jika nanti aku telah mati, kau boleh mengganti jasadku sekehendakmu; (dengan) kadal, kodok, rase, luwak atau kucing tua yang mudah kau peroleh. Tapi, jika hendak mengganti dengan gajah, kau pasti tidak akan bisa karena di tanah Jawa tidak ada…”

Seperti halnya sang guru, Ki Luntang pun mati atas kehendaknya sendiri, berkonsentrasi untuk menutup jalan hidup menuju pintu kematian.

Versi Ketiga, seperti disebutkan (Hasyim, 1987: 47), bahwa Syekh Siti Jenar meninggal karena dijatuhi hukuman mati oleh Sunan Giri, dan algojo pelaksana hukuman mati tersebut adalah Sunan Gunung Jati. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa vonis yang diberikan Sunan Giri atas usulan Sunan Kalijaga.

Dikisahkan juga bahwa Syekh Siti Jenar mempunyai sebuah pesantren yang banyak muridnya. Namun sayang, ajaran-ajarannya dipandang sesat dan keluar dari ajaran Islam. Ia mengajarkan tentang keselarasan antara Tuhan, manusia dan alam (Hariwijaya, 2006: 41-42).

Hubungan manusia dengan Tuhannya diungkapkan dengan “Manunggaling kawula-gusti” dan “Curiga Manjing Warangka”. Hubungan manusia dengan alam diungkapkan dengan “Mengasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi”, dan “Hamemayu Hayuning Bawana”, yang bermuara pada pembentukan “Jalma Sulaksana”, “Al-insan Al-kamil”, “Sarira Bathara”, “Manusia Paripurna”, “Adi Manusia” yang imbang lahir-batin, jiwa-raga, intelektual-spiritual, dan kepala-dadanya.

Konsep manunggaling kawula gusti oleh Syekh Siti Jenar disebut dengan “uninong aning unong”, saat sepi senyap, hening, dan kosong. Sesungguhnya Zat Tuhan dan zat manusia adalah satu, manusia ada dalam Tuhan dan Tuhan ada dalam manusia.

Sunan Giri sebagai ketua persidangan, setelah mendengar penjelasan dari berbagai pihak dan bermusyawarah dengan para Wali, memutuskan bahwa ajaran Syekh Siti Jenar itu sesat. Ajarannya bisa merusak moral masyarakat yang baru saja mengenal Islam. Karenanya Syekh Siti Jenar dijatuhi hukuman mati.

Meski demikian, Syekh Siti Jenar masih diberi kesempatan selama setahun untuk memperbaiki kesalahannya sekaligus menanti berdirinya Negara Demak secara formal, karena yang berhak menentukan hukuman adalah pihak negara (Widji saksono, 1995: 61). Kalau sampai waktu yang ditentukan ia tidak mengubah pendiriannya, maka hukuman tersebut akan dilaksanakan.

Sejak saat itu, pesantren Syekh Siti Jenar ditutup dan murid-muridnya pun bubar, menyembunyikan diri dan sebagian masih mengajarkan ajaran Wahdatul Wujud meskipun secara sembunyi-sembunyi. Setelah satu tahun berlalu, Syekh Siti Jenar ternyata tidak mengubah pendiriannya. Maka dengan terpaksa Sunan Gunung Jati melaksanakan eksekusi yang telah disepakati dulu. Jenazah Syekh Siti Jenar pun dimakamkan di lingkungan keraton agar orang-orang tidak mengkultuskannya.

Kanjeng Ratu Kidul

Hampir semua penduduk Pulau Jawa, dan bahkan masyarakat Indonesia pada umumnya percaya jika Laut Kidul (Pantai Selatan) dari dulu hingga saat ini dikuasai oleh sesosok mahluk ghaib bergelar Kanjeng Ratu Kidul atau Nyi Roro Kidul. Kepercayaan atau mitos yang berkembang ini telah lama ada di kalangan masyarakat kita.
Sosok perempuan yang menjadi pemimpin dari kerajaan ghaib itu pun sudah identik dengan mitologi masyarakat Indonesia. Namun bagi orang yang berpikir, hal ini tentu akan memicu timbulnya sebuah pertanyaan. Ya, sebuah pertanyaan terkait bagaimana sebetulnya asal usul nyi roro kidul ini hingga ia bisa menjadi penguasa dan ratu di jagat ghaib di Selatan Jawa? Apa yang membuat ia begitu tersohor dan masih tetap dikenal hingga kini? Penasaran seperti apa kisahnya? Simaklah Pemaparan kami berikut ini. Asal usul Nyi Roro Kidul Simpang siurnya informasi yang ada serta minimnya bukti sejarah yang tersedia membuat informasi seputar asal usul nyi roro kidul hingga kini hanya menjadi mitos yang tak diketahui seberasapa besar nilai kebenarannya. Banyak pendapat di masyarakat terkait siapa sebetulnya Nyi Roro Kidul itu hingga akhirnya ia bisa menjadi penguasa gaib di Laut Selatan Jawa. Namun, perlu diketahui bahwa kendati demikian kami telah merangkum 3 pendapat yang kami rasa paling banyak dipercayai sebagai asal usul nyi Roro Kidul yang sebenarnya. Ya, ada 3. Berikut pembahasannya.
 1.  Asal Usul Nyi Roro Kidul adalah Ratu Bilqis Ya, pendapat pertama menyebut jika Ratu Kidul sebetulnya adalah anak dari ratu Bilqis, anak dari ratu yang takluk pada Raja Sulaiman. Diriwayatkan bahwa setelah ratu bilqis menikah dengan seorang jin pria, ia kemudian dikaruniai oleh seorang putri. Putri ini tak memiliki raga karena dia bukanlah manusia. Dia adalah jin, sama seperti bapaknya. Nah, karena malu memiliki anak seorang jin, ratu bilqis kemudian membuang anak yang olehnya diberi nama Aurora ini ke sebuah pulau yang jauh dari kerajaannya. Pulau ini di kemudian hari bernama Al-Jawi atau Pulau Jawa. Putri Aurora tumbuh dan besar bersama dengan jin-jin lain yang ada di pulau itu. Darah biru yang mengalir di tubuh putri ini kemudian membuatnya menjadi seorang pemimpin bagi kerajaan jin komunitas itu. Seiring berjalannya waktu, karena terjadinya migrasi besar-besaran orang-orang Yunan (China) ke Indonesia dan menempati pulau Jawa  putri aurora dan para pengikutnya kemudian terusik. Mereka pindah mengalah karena tak mau terlalu dekat dengan hiruk pikuk dan keramaian manusia. Mereka pindah ke sebelah sebelah selatan Jawa. Tepat di pesisir pantai laut Selatan. Beratus-ratus tahun putri Aurora dan pengikutnya membangun kerajaan, akhirnya ia pun kemudian mencapai masa kejayaan. Banyak sekali kerajaan-kerajaan jin kecil di sekitaran jawa yang takluk dan mengaku bergabung dengan kerajaan laut kidul. Lambat laun, ketenaran kerajaan yang dipimpin putri aurora kemudian berkembang dan menyebar ke seluruh penjuru negeri. Masyarakat jawa kala itu yang tak terlalu fasih menyebut kata Aurora kemudian mengubah nama sang putri menjadi Roro. Putri Roro dipanggil Nyi Roro. Nah, karena ia menjadi penguasa jin di pantai selatan, maka nama Nyi Roro kemudian diberi tambahan kidul (Kidul=Selatan), maka nama lengkapnya menjadi Nyi Roro Kidul.
2.  Asal Usul Nyi Roro Kidul adalah Dewi Nawangwulan Pendapat kedua menyebut jika asal usul nyi roro kidul adalah Dewi Nawang Wulan. Dewi yang merupakan istri dari Jaka Tarub. Jika Anda pernah mendengar kisah Jaka Tarub, tentu Anda sudah sedikit banyak tahu tentang nama Dewi Nawang Wulan. Ya, dewi yang selendangnya dicuri dan tak bisa kembali ke kerajaan langit ini dipercaya sebagai asal usul nyi roro kidul.  Ia dikutuk oleh kerajaan langit karena sudah berani-beraninya menikah dengan manusia (Jaka Tarub) dimana hal ini sangat haram hukumnya. Ia dikutuk menjadi sebangsa jin dan diperintahkan untuk menjaga pulau jawa agar tidak tenggelam karena keganasan Samudera Hindia. Dalam mitologi Jawa, asal-usul nyi roro kidul dari versi yang satu ini tidak begitu banyak memiliki bukti dan terkesan dihubung-hubungkan. Orang-orang Jawa umumnya akan lebih percaya pada pendapat asal usul nyi roro kidul yang pertama.
3.  Asal Usul Nyi Roro Kidul adalah Raja Jin (Menurut Agama Islam) Menurut Agama Islam, asal usul nyi roro kidul bukanlah hal spesial yang perlu diperbincangkan. Berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan Al-Hadist, fenomena nyi roro kidul adalah hal yang lumrah terjadi di dunia jin. Nyi Roro Kidul sendiri dianggap sebagai penjelmaan dari pimpinan kerajaan jin di pesisir laut Selatan Jawa, sebagaimana dijelaskan dalam hadist berikut ini: Dari hadist tersebut, kita dapat mernarik kesimpulan bahwa asal usul nyi roro kidul dan berbagai kepercayaan lain seputar hal ini janganlah terlalu diambil pusing.  Jangan kita terjebak oleh berbagai bentuk perangkap yang sengaja dibuat Syetan untuk mengelabuhi manusia. Cukup berserah diri pada Alloh SWT untuk mencapai keselamatan dunia akhirat
Powered By


“Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay. Sabab bukti anu kari, bakal réa nu malungkir! Tapi engké jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu maké amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arédan heula.” Prabu Siliwangi


Maung atau harimau punya posisi yang cukup dalam bagi kesadaran orang Sunda. Kita bisa menemukan maung menjadi nama tempat di kawasan Jawa Barat, seperti Cimaung dan Cimacan yang bisa ditemukan di beberapa daerah (Garut, Subang, Banjaran, Cianjur, dll), lambang Kodam Siliwangi,

Simbol maung yang melekat dalam alam pikiran masyarakat Sunda pada umumnya dikaitkan dengan legenda nga-hyang atau menghilangnya Prabu Siliwangi di hutan Sancang ketika dikejar bala tentara Islam dari Kerajaan Banten dan Cirebon. Peristiwa ini mengisyaratkan mulai masuknya pengaruh Islam di tatar Sunda.

Dalam legenda ini juga disebutkan sebelum benar-benar menghilang, Prabu Siliwangi meninggalkan pesan atau amanat kepada para pengikutnya. Amanat yang dikenal dengan Uga Wangsit Siliwangi ini, di antaranya, memuat pesan Siliwangi tentang masa depan wacana Pajajaran di masa depan:

“Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay. Sabab bukti anu kari, bakal réa nu malungkir! Tapi engké jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu maké amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arédan heula.”

"Dari mulai hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! Tapi suatu saat akan ada yang akan mencoba, supaya yang hilang bisa ditemukan kembali. Bisa saja, tapi menelusurinya harus memakai dasar. Tapi sayangnya yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. Dan bahkan berlebihan kalau bicara.”        Setelah menyampaikan pesan, Prabu Siliwangi kemudian nga-hyang. Salah satu bunyi wangsit yang populer di kalangan masyarakat Sunda: “Lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung.” (Kalau aku sudah tidak menemanimu, lihat saja tingkah laku harimau).          

Hal ini, salah satunya, yang mendasari keyakinan bahwa Prabu Siliwangi telah bersalin rupa menjadi harimau. Sebagian pendapat menerangkan harimau di sini tidak bermakna harfiah, melainkan lebih merujuk karakter harimau yang diidentifikasi sebagai pemberani dan menyayangi keluarga. Poin kedua dari karakter itu, yaitu menyayangi keluarga, dikaitkan dengan pilihan Prabu Siliwangi yang konon memutuskan untuk mundur dan tidak meladeni pasukan Islam karena menghindari pertumpahan darah. Alasannya: pengejaran itu dipimpin oleh Kian Santang, salah satu keturunan Prabu Siliwangi.

Dalam budaya pop kiwari, salah seorang seniman Sunda yaitu Yayan Jatnika mengabadikan kisah ini dalam lagu Sancang:



“Ceunah ceuk béja baheula aya nagara/ Sancang Pakuan Pajajaran katelahna/ Prabu Siliwangi nu jadi rajana/ sakti mandraguna/ badé di-Islam-keun anjeunna alim/ diudag putrana Prabu Kian Santang/ ilang di leuweung éta tilem di leuweung éta/ Sancang nu canéom geueuman.”

(Konon dulu ada negara/ Sancang Pakuan Pajajaran disebutnya/ Prabu Siliwangi yang jadi rajanya/ sakti mandraguna/ hendak di-Islam-kan beliau tidak mau/ dikejar anaknya Prabu Kian Santang/ hilang di hutan itu lenyap di hutan itu/ Sancang yang angker).

Uraian bahwa Prabu Siliwangi menghilang karena terdesak oleh masuknya Islam mengandaikan bahwa dialah raja terakhir Pajajaran. Dan memang tidak sedikit yang menganggap Siliwangi sebagai raja terakhir Pajajaran sehingga nga-hyang atau moksanya Siliwangi sebagai akhir dari Pajajaran sendiri.
Powered By

Monday, 15 January 2018

IPSI Seleksi 71 Pesilat untuk Asian Games 2018


Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) menyeleksi 71 pesilat berprestasi tahun ini. Seleksi yang berlangsung hari ini dan besok, dilakukan untuk mempersiapkan tim yang akan mengikuti Asian Games 2018,




Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) menerapkan sistem setengah kompetisi dalam seleksi nasional ini. Dengan sistem ini, para atlet akan bertanding untuk unjuk gigi
"Hanya akan ada 28 atlet yang lolos seleksi dan mengikuti pelatnas IPSI di Jakarta," kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar IPSI Erizal Chaniago.
Nantinya, 28 atlet tersebut akan dikirim untuk mewakili Indonesia di ajang Asian Games 2018, Kejuaraan Dunia Pencak Silat 2018, serta SEA Games 2018 di Malaysia.

"Kami akan mengirim 30 atlet untuk mengikuti kejuaraan dunia yang akan berlangsung di Bali pada 3-8 Desember dan diikuti perwakilan dari 45 negara," ujar Erizal.

Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) Achmad Sutjipto berharap IPSI punya kelompok atlet, tak lebiih dari empat orang, sebagai atlet andalan Indonesia dalam SEA Games 2017 dan Asian Gamaes 2018.
"Sisanya merupakan atlet-atlet usia muda untuk mengikuti kejuaraan setelah Asian Games 2018. Jadi, kita harus rela medali Asian Games nanti hanya berasal dari empat orang," ujar Sutjipto.

Empat orang atlet andalan PB IPSI itu, menurut Sutjipto, dipilih beradasarkan kekuatan fisik, psikologis, dan teknik bertanding. @rio-pssk

IKLAN

PSSK 2012