Sunday, 14 January 2018
Penderitaan dan Metamorfosis Pertumbuhan
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada diri kamu melainkan telah tercatat dalam kitab sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah sangat mudah. Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
(QS. al-Hadîd (besi) [57]:22-23)
Ketika kita terperosok ke dalam lubang kelam penderitaan, kenestapaan, kepapaan, semua itu adalah bagian dari proses metamorfosis pertumbuhan menuju kesempurnaan (insan kamil). Hellen Keller mengatakan, “Penderitaan adalah satu karunia terbesar dalam kehidupan umat manusia. Hanya dengan penderitaan kita dapat menjadi insan yang sabar, peka, dan tangguh. Allah telah menganugerahkan kita dunia yang penuh dengan penderitaan, tapi Dia juga telah menganugerahkan banyak jalan untuk menghadapi penderitaan itu.”
Kita bukanlah hewan peliharaan seperti seekor burung yang di tempatkan dalam sangkar emas, selalu diberi makan, dirawat dengan telaten serta di jaga sedemikian rupa. Sehingga kita selalu berada dalam kenyamanan dan kenikmatan. Sebaliknya, kita hidup di alam bebas, lepas serta luas. Di alam bebas kita mengalami berbagai gejolak psikologis; gembira, sedih, bahagia, menderita, senang, merintih, tertawa, menangis, tersenyum, marah, dan benci. Semua itu adalah bagian dari proses pematangan kepribadian.
Di dunia ini tidak ada yang abadi. Kebahagian, kesedihan, kegembiraan, tangisan akan selalu berganti dan semua itu pasti berlalu. Jadi, ketika kita berada dalam kebahagian. Berbahagialah yang sewajarnya tidak perlu berlebihan karena ia pasti berlalu dan ketika kita berada dalam kesedihan, janganlah larut dalam emosi kenestapaan, karena ia pasti berlalu. Sebagaimana pesan Nabi Muhammad sebaik-baik urusan adalah pertengahan. Seandainya saat ini kita berada dalam suasana bahagia, maka berbahagialah yang sewajarnya dan kalau kita berada dalam suasana duka, bersedihlah yang proporsional. Nabi Muhammad saja menitikkan air mata kesedihan ketika putranya Ibrahim menghembuskan nafas terakhir.
Ketika Allah yang Maha baik itu menurunkan penderitaan berupa kesulitan dan kesusahan hidup kepada kita, peristiwa itu adalah upaya Allah mendorong kita agar terus tumbuh dan berkembang menuju kematangan pikiran, jiwa, dan raga. Kebanyakan kita tidak memperdulikan pelajaran itu, sehingga kita menjadi orang yang gagal. Penderitaan sangat menyakitkan kalau kita terus-menerus mengutuknya. Sebaliknya menjadi menyenangkan bila kita menerimanya dengan ikhlas, seraya mencari solusi terbaik. Sebagaimana yang diungkapkan Hellen Keller, “Kebahagian tidak mungkin diperoleh dengan jalan mudah serta berpangku tangan. Hanya melalui proses penderitaan dan kesedihan,emosi akan dikuatkan, visi akan dijernihkan, dan Kebahagian akan direngkuh.”
Namun anehnya, walaupun kita berkali-kali terperosok ke dalam lubang penderitaan yang sama, tetap saja kita kurang peka dan jeli dalam mengambil pelajaran dari kejadian itu. Terkadang kita lebih bodoh dari hewan, keledai saja tidak akan terperosok kedua kali dalam lubang yang sama. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Orang yang beriman itu tidak akan terperosok ke dalam satu lubang dua kali.” (HR. Ibnu Majah). Menyedihkan lagi, hanya karena masalah yang tidak prinsip seperti: Si A ditinggal pacarnya, Si B tidak mampu bayar uang ujian, Si C tidak dibelikan motor oleh orang tuanya nekad mengakhiri hidupnya. Ini merupakan contoh buruk dari orang-orang yang tidak sabar menjalani proses hidup.
Pada masa kanak-kanak saya mempunyai dua orang sahabat. Salah seorang diantara keduanya sebut saja si A. Si A terlahir dalam keluarga miskin. Pada usia tujuh tahun kedua orang tuanya meninggal dunia. Si A kecil terpaksa menghidupi dirinya dengan bekerja apa saja. Intinya perjalanan hidupnya sulit dan menyakitkan. Sedangkan sahabat saya yang lain sebut saja Si B, ia terlahir dalam keluarga yang berkecukupan. Ia menghabiskan masa kanak-kanaknya hampir tidak pernah mengalami kesulitan dengan keuangan.
Seiring perjalanan waktu rupanya ada benarnya ungkapan kehidupan di dunia ini laksana roda yang berputar. Sahabat saya Si A, yang selalu berlayar di air bergelombang dan bergejolak. Kondisi air yang bergejolak serta bergelombang itu, memaksa ia memeras pikiran, emosi, jiwa dan raganya untuk menemukan penyelesaian dari setiap masalah yang menimpanya. Sesekali ia terhempas ombak dan badai, tapi lama kelamaan ia terbiasa akhirnya menjadi pelayar tangguh.
Sedangkan teman saya Si B. Ia berlayar di perairan comfort zone (kawasan aman resiko). Sebuah kondisi yang tidak menuntut dirinya bekerja keras dan tidak adanya tantangan yang berarti, menjadikan dia pelayar yang lamban dan tidak kreatif. Mungkin akibat sudah lama ternina bobokan dalam kenyamanan hidup sehingga menjadi lamban dan kurang peka menangkap peluang untuk memasuki wilayah baru.
Terkadang sebagian orang tua beranggapan bahwa memanjakan anak dengan kemewahan adalah sebagai bentuk kasih sayang terhadap buah hatinya. Padahal tidak sedikit dari anak-anak yang terpenuhi secara ekonomi itu terjerumus dalam dunia narkoba. Di samping itu cara orang tua kaya memanjakan anaknya dengan kemewahan. Menjadikan si anak bermental kerupuk, memiliki daya juang yang lemah serta mudah menyerah dan putus asa
Si A kecil dengan segala keterbatasan dan gejolak hidup yang dia alami, telah menjadikan ia manusia tangguh yang berujung pada sebuah kesuksesan. Dengan segala keterbatasannya, ia akhirnya berhasil menyelesaikan studinya di universitas cukup bergengsi. Padahal sebagian besar orang di kampungnya tidak sanggup melakukannya, meski pun mereka memiliki orang tua dan keuangan yang memadai. Salah satu faktor kenapa Si A kecil mampu merengkuh kesuksesan karena ia mewarisi psikologi orang miskin. Menurut psikolog, “orang miskin memiliki motivasi untuk berprestasi jauh lebih besar ketimbang mereka yang hidup serba berkecukupan dan selalu memperoleh proteksi dari orang tua.”
Saya tidak ingin mengatakan, bahwa untuk menjadi manusia tangguh kita harus berlayar di air bergelombang dan bergejolak- dalam artian tertimpa musibah terlebih dahulu baru kita berjuang keras. Tidak mesti begitu. Namun terkadang kita perlu musibah untuk mengubah pola pikir, gaya hidup, dalam bergaul dengan sesama. Seperti yang dituturkan Muhammad Iqbal, “ketegangan membuat orang lebih kreatif dan produktif. Karena ketidak pastian adalah bagian dari kesenangan.”
Penderitaan dan Metamorfosis Pertumbuhan
• Ketika Allah yang Maha baik itu menurunkan penderitaan berupa kesulitan dan kesusahan hidup kepada kita. Peristiwa itu adalah upaya Allah mendorong kita agar terus tumbuh dan berkembang menuju kematangan pikiran, jiwa, dan raga.
• Kebahagiaan tidak mungkin diperoleh dengan jalan mudah serta berpangku tangan. Hanya melalui proses penderitaan dan kesedihan, emosi akan dikuatkan, visi akan dijernihkan, dan Kebahagian akan direngkuh. (Hellen Keller)
• Kebahagiaan kita dambakan, namun seringkali kita gagal mengambil pelajaran dari peristiwa itu.
Kesedihan menyakitkan, namun seringkali kita berhasil memetik pelajaran dari peristiwa itu, sehingga kita dapat menjadikan hidup ini lebih bermakna dan berarti. Seperti yang dituturkan Muhammad Iqbal, “Ketegangan membuat orang lebih kreatif dan produktif. Karena ketidak pastian adalah bagian dari kesenangan.”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
IKLAN
-
Beragamnya versi yang menjelaskan tentang asal-usul dan sosok Syekh Siti Jenar telah menarik minat banyak kalangan sejarahwan Muslim di n...
-
Pencak silat merupakan beladiri tradisional yang ada di Indonesia, lahir dan berkembang sebagai budaya lokal. Pencak silat adalah suatu pend...
-
Pencak Silat atau Silat (berkelahi dengan menggunakan teknik pertahanan diri) ialah seni bela diri Asia yang berakar dari budaya Melayu. ...
No comments:
Post a Comment